Siapa yang Mendapatkan Manfaat CSR (Corporate Social Responsibility)?
Jiway Tung kelahiran AS mudah bergaul dengan remaja laki-laki yang sebelumnya berkeliaran di jalan-jalan Jakarta atau kota-kota provinsi saat ia bekerja berdampingan dengan mereka di pertanian organik seluas dua hektar di kawasan Puncak Bogor.
Berusia rata-rata 13 tahun, anak laki-laki berpartisipasi dalam program pertanian organik yang dirancang untuk membantu mereka menjadi orang mandiri dengan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Mereka dibawa dari jalanan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menyediakan tempat penampungan bagi anak jalanan.
“Kami ingin memberi mereka keterampilan yang diperlukan untuk bekerja sebagai anggota tim, bertanggung jawab, dan membuat rencana. Sebelum mereka belajar keterampilan matematika, bahasa dan komputer,” kata Jiway, yang bekerja di LSM World Education yang berbasis di Boston.
Di bawah program pertanian organik yang dirancang oleh World Education, 27 anak jalanan menjalani pelatihan selama enam bulan, yang kemungkinan akan diperpanjang hingga satu tahun. Tumbuh di jalanan kota-kota besar dan menghadapi kehidupan yang keras, diperlukan usaha yang besar dari pihak anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru mereka.
“Telapak tangan saya lecet-lecet karena saya tidak terbiasa bertani karena saya besar di Jakarta,” saya Jaya yang disponsori dalam program Yayasan Rumah Kita, yang menyediakan tempat penampungan bagi anak-anak jalanan di Jakarta.
Udara pegunungan yang sejuk tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Jaya dan anak-anak lainnya, selain padatnya jadwal bercocok tanam dari pukul 07.00 hingga 12.00, dilanjutkan dengan berbagai kegiatan antara lain drama, pembuatan kerajinan tangan dan resital musik hingga pukul 16.00
Dibawa ke Jakarta saat ia baru berusia enam bulan oleh ibu dan ayahnya dari daerah Lampung Sumatera, Jaya tidak terlalu lama menikmati kehangatan keluarga karena ayah dan ibunya berpisah tidak lama kemudian. Setelah rumah ibunya di Jakarta Timur dibongkar, Aya harus menghadapi kenyataan hidup yang keras di usia yang masih terlalu muda.
“Saya senang berada di sini dalam program pertanian organik ini karena saya menyukai tanaman. Saya berharap bisa memiliki peternakan sendiri di suatu tempat di Lampung ketika saya menyelesaikan program ini,” kata Jaya.
Jaya dan teman-temannya mungkin telah menemukan harapan baru untuk masa depan, yang sebaliknya hanya memiliki prospek yang suram. Jiway dan timnya dapat menjalankan program tersebut karena dukungan finansial bukan dari perusahaan multinasional besar seperti Freeport Indonesia atau LG Electronics Indonesia, tetapi CEO Suite operator kantor berlayanan yang berkembang pesat.
Presiden CEO kelahiran Korea Mee Kim menggarisbawahi bahwa yang paling penting adalah niat baik dan tindakan nyata, bukan jumlah atau waktu yang tepat untuk mulai berbagi.
“Tidak akan pernah ada waktu yang tepat untuk berbagi, tidak jika kita menunggu sampai kita merasa cukup,” kata Mee Kim, yang perusahaannya memiliki dua fasilitas kantor berlayanan di Jakarta dan memperluas layanan ke China.
Mengikuti tren dunia di antara perusahaan untuk meningkatkan peran mereka sebagai bagian dari masyarakat di sekitar fasilitas mereka, perusahaan Indonesia juga mulai bereksperimen dengan program Corporate Social Responsibility (CSR).
Fenomena ini disambut baik oleh LSM yang sangat ingin membantu dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek CSR. Hendro Suwito, manajer komunikasi World Vision International – Indonesia, mengapresiasi tren ini.
“Pemerintah memiliki sumber daya keuangan dan manusia yang sangat terbatas. Sementara itu, banyak LSM di Indonesia tidak dapat melaksanakan program-program yang signifikan karena akses keuangan atau sumber daya lainnya yang sangat terbatas. Menumbuhkan kesadaran CSR dapat memainkan peran penting dalam mengisi kesenjangan ini,” kata Hendro.
Hendro tersentuh dengan inisiatif Citibank ketika puluhan karyawan bank mulai rutin mengajar anak jalanan di Jakarta. Selain itu, dia pernah melihat semua karyawan Schneider di sini menghitung berapa penghasilan mereka dalam satu jam dan menyumbangkannya untuk program kemanusiaan di Papua.
Pada Desember tahun lalu, Matahari Group mengajak mitra bisnisnya untuk bersama-sama menyumbangkan dana untuk kepentingan sosial, kata Hendro. Mereka mengumpulkan sejumlah besar uang dan menyumbangkannya melalui sejumlah lembaga amal dan pembangunan untuk membantu memerangi kemiskinan dan keterbelakangan.
Namun, program CSR yang sukses dan berkelanjutan tentu saja melampaui donasi pengumpulan. Padahal, perusahaan perlu melakukan pekerjaan rumah mereka, termasuk melakukan studi kelayakan proyek dalam hal sumber daya dan keahlian mereka sendiri.
“Bila memerlukan inisiatif sosial-kemanusiaan yang lebih kompleks, terutama bila lokasinya jauh dari kantor korporasi, akan jauh lebih efektif dan efisien untuk menyalurkan dana melalui LSM yang bekerja di wilayah sasaran,” kata Hendro.
Korporasi masih perlu memantau semuanya agar implementasi dan jadwalnya diikuti dengan cermat dan program memiliki dampak yang diharapkan pada masyarakat.
Beberapa orang masih skeptis dan mencurigai motif korporasi dalam menjalankan program-program tersebut. Mereka meragukan apakah program tersebut benar-benar bermanfaat bagi rakyat, dengan alasan sebagian besar program cenderung menjadi kamuflase untuk aktivitas gelap korporasi, seperti merusak lingkungan dan mengeksploitasi pekerja.
Bahkan, beberapa perusahaan tambang multinasional raksasa yang menyombongkan program CSR-nya yang bagus ternyata menjadi pencemar sungai dan perusak lingkungan. Tak heran jika ada yang curiga dengan program CSR mereka.
Namun, program dengan niat baik yang dirancang berdasarkan pemahaman akan kebutuhan masyarakat seringkali terbukti bermanfaat. Bahkan LSM yang sudah mapan menyambut baik program CSR korporasi dan siap membantu sesuai dengan bidangnya masing-masing.
“Saya tidak keberatan dengan program CSR selama memiliki tujuan yang jelas dan benar-benar memahami serta memenuhi kebutuhan masyarakat,” kata Jiway yang menjabat sebagai manajer proyek pertanian organik.
Di pihak korporasi, menjalankan program CSR bukan hanya soal menjalankan tanggung jawabnya sebagai warga korporasi yang baik, tetapi juga merupakan
bentuk investasi. Menurut ketua dan direktur perwakilan Omron Corporation Nobuo Tateisi saat itu dalam bukunya Good Corporate Citizenship: Community-minded Management for the 21st Century, ini adalah cara untuk meningkatkan status perusahaan dalam komunitas dan memperluas prospek bisnis untuk masa depan.
Kemudian wakil presiden Honda Toshikata Amino yang dikutip Tateisi dalam bukunya mengatakan bahwa kegiatan komunitas sebenarnya adalah sesuatu yang dilakukan bukan untuk komunitas, tetapi untuk diri sendiri, karena Anda menerima sebanyak yang Anda berikan.
Memang, jauh dari memandang program CSR hanya sebagai kewajiban yang mahal, beberapa perusahaan menyadari bahwa program tersebut menguntungkan perusahaan mereka. CEO Mee Kim mengatakan kehidupan timnya lebih memuaskan.
“Keterlibatan ini juga membuat perbedaan kecil dalam hidup seseorang,” kata Mee Kim.
Program CSR yang dilakukan oleh Mee Kim melalui dukungan finansial dan keterlibatan staf tentunya akan meningkatkan moral seluruh karyawan CEO. Kesadaran bahwa mereka bekerja untuk perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial tidak hanya memberi mereka rasa bangga tetapi juga akan membuat mereka setia kepada perusahaan.
Keterlibatan CEO dalam pertanian organik dalam CSR perusahaan dapat membantu perusahaan lain menyadari bahwa CSR bukan hanya untuk perusahaan raksasa dan multinasional. Program yang bermaksud baik dan berkelanjutan mungkin terbukti bermanfaat baik bagi penerima maupun bagi mereka yang bersedia berbagi sumber daya mereka.
Segera miliki semua keuntungan sewa kantor dengan lokasi paling strategis dari CEO SUITE sekarang. Hubungi CEO SUITE melalui Telepon: +62(21)5157777 atau email: [email protected]
Apr 26, 2013